Revolusi Militer Korea Utara
Berbagai analis menyebut, konflik ini justru dibuat karena adanya permasalahan dalam negeri Korea Utara yang akan melakukan suksesi kepemimpinan rezim Kim Il Sung. Tulisan ini, ingin mengurai peta kekuatan militer Korea Utara.
Pada
akhir Mei lalu, Pemerintah Seoul melancarkan lagi propaganda anti-Korea
Utara yang pernah dihentikan sejak Juni 2004. Hal itu ditandai, antara
lain, pemasangan puluhan pengeras suara raksasa di zona demiliterisasi
di sepanjang sekitar 250 kilometer di perbatasan kedua negara. Maksud
dari propaganda ini adalah bentuk protes Seoul terhadap Pyongyang yang
terbukti telah memerintahkan militernya menorpedo kapal korvet Cheonan
milik Korsel pada 26 Maret 2010. Kapal meledak, tenggelam, dan 46
marinir tewas. Mayat mereka pun hingga kini tidak pernah ditemukan.
Seoul sakit hati.
Inti
kampanye adalah menggembar-gemborkan keunggulan demokrasi dan kemajuan
ekonomi Korsel dibandingkan dengan Korut yang berhaluan komunis dan
rakyatnya yang miskin. Kim Jong Il mengatakan, perang melawan Korsel
kemungkinan tidak terhindarkan. Jika Korsel melakukan propaganda di
perbatasan, mereka akan ditindak tegas oleh pihak militer Korut.
Materi
propaganda yang disampaikan kali ini hampir sama dengan sebelumnya. Di
balon setinggi 40 kaki tertulis ”Hapus Kamp Penyiksaan Gulag dan
”Jungkalkan Sang Diktator Kim Jong Il”.
Bagi
Korea Utara, Korea Selatan adalah ancaman bagi negaranya. Mereka
memandang, Korea Selatan adalah perpanjangan Pemerintah AS di Asia
Timur. Korea Utara masih
merasa terancam dengan penempatan 27.000 pasukan AS di Korea Selatan,
ditambah 47.000 tentara AS lainnya di Jepang. China sendiri, mengalami 3
kali ancaman perang nuklir dari AS pada dekade 1950-an. Maka, program
nuklir Korea Utara menjadi prioritas dari rezim ke rezim. Yang
paling aktual adalah secara diam-diam dan dengan kecepatan yang
mengagumkan, Korea Utara telah membangun fasilitas baru dan canggih
untuk pengayaan uranium. Demikian menurut seorang ilmuwan nuklir AS,
sebagaimana diberitakan New York Times hari Sabtu (20/11) malam
(Kompas, 22/11).
Menurut Barry Buzan dalam People, States and Fear: an Agenda for International Security Studies in the Post Cold War Era bahwa penerapan strategi keamanan suatu negara selalu memperhitungkan aspek-aspek threat (ancaman) dan vulnerability
(kerentanan) negara tersebut. Selain itu, ancaman dan kerentanan
merupakan dua konsep yang berbeda namun memiliki keterkaitan yang erat
di dalam perwujudan keamanan nasional. Suatu ancaman terhadap keamanan
nasional yang dapat dicegah akan mengurangi derajat kerentanan suatu
negara pada keamanan nasionalnya. Kedua aspek dari keamanan nasional
tersebut sangat ditentukan oleh kapabilitas yang dimiliki negara
tersebut.
Strategi keamanan suatu negara tentu saja berkaitan erat dengan Revolution in Military Affairs (RMA). Alvin
dan Heidi Toffler dua orang fururis, menggunakan definisi RMA yang
membatasi pada pendasaran pada tingkat makro struktur perekonomian.
Mereka menulis, “sebuah revolusi militer, dalam arti sepenuhnya, terjadi
hanya ketika sebuah peradaban baru muncul untuk menantang peradaban
yang lama, ketika seluruh masyarakat mentransformasikan dirinya, memaksa
para angkatan bersenjata untuk mengubah pada setiap tingkat secara
bersamaan-dari teknologi dan budaya untuk organisasi, strategi, taktik,
pelatihan, doktrin, dan logistik. Ketika ini terjadi, hubungan militer
terhadap perekonomian dan masyarakat mengubah keseimbangan kekuatan
militer di bumi”.
Permasalahan
Esai singkat ini akan mencoba melihat RMA di Korea Utara. Bagaimana
wajah RMA di sana? Atas dasar motivasi apa mereka melakukan RMA? Dan
bagaimana konflik yang terjadi akibat mereka melakukan RMA?
Konsep
Urusan
persenjataan tentu saja bukan sekadar urusan Negara-negara hegemonik.
Justru, pada level negara-negara hegemonik, revolusi senjata berakhir
antiklimaks pada masa perang dingin. Menurut Joseph S. Nye dalam bukunya Understanding International Conflict
menjelaskan apa yang membuat perang dingin menjadi begitu luar biasa
adalah bahwa ada periode ketegangan yang berlarut-larut dan tidak
berakhir dalam perang antara dua negara saingan. Tidak
ada perang antarnegara hegemon. Perang terjadi justru di Negara-negara
‘periphery’. Perang saudara dua Korea, India-Pakistan, Iran-Iraq, adalah
sedikit contohnya..
Revolution in Military Affairs
(RMA) adalah gagasan revolusi dalam militer yang tumbuh dari Soviet
sekitar 1970-an dan 1980-an, khususnya ketika dirilis serangkaian
makalah yang ditulis oleh Marsekal NV Ogarkov menganalisis potensi
teknologi revolusioner militer baru. Sebagai
Marxis, dan Ogarkov rekannya merasa nyaman dengan ide bahwa sejarah
didorong oleh revolusi. Studi-studi awal berbicara tentang "revolusi
teknis militer" (MTR).
Tapi
analis ini dengan cepat menemukan kekurangannya ketika terlalu
membatasi pada urusan teknis dan kemudian berkembang menjadi konsep
lebih holistik yaitu RMA. Seperti yang bisa diharapkan dengan ide baru,
analis dari RMA belum sepenuhnya setuju pada maknanya.
Dengan
beberapa dukungan dari sejarawan, ahli teori berspekulasi bahwa sejarah
strategis berakselerasi tidak beraturan karena didorong dengan apa yang
disebut Revolusi dalam militer (Revolutions in Military Affairs – RMA).
Sebuah RMA didefinisikan sebagai perubahan radikal dalam karakter atau
melakukan perang. Revolusi di RMA membutuhkan kesinambungan yang
penting. Untuk memahami perang masa depan, dapat dipelajari dari RMA, yang kurang lebih dapat memprediksi perang masa depan. Namun,
sebagian besar memprediksi apa yang tidak terduga bisa menjadi
keyakinan yang tinggi. Untuk panduan sejarah sedikit, dapat diakui bahwa
abad kedua puluh merupakan saksi dari RMA: dalam perang laut (1990);
dalam perang senjata dikombinasikan dengan tembakan artileri diprediksi
tombol (1916-18); dalam perang mekanik (tahun 1920-an dan 1930-an); di
perang atom (tahun 1940) dan nuklir (1950); dalam perang peluru kendali
(1950); dalam penggunaan militer ruang angkasa (1960-an dan 1970-an),
dalam perang informasi (1970-sekarang), dan di cyberwar. RMA mekanik dari dekade antar perang dapat dipisahkan, sehingga fokus jelas pada pesawat dan kendaraan tempur lapis baja.
RMA
tidak hanya penting untuk militer tetapi juga merupakan alat politik
dan strategis untuk kebijakan keamanan global dan regional di masa
depan. Ini adalah metafora untuk instansi politik-militer dari
negara-negara untuk mempersiapkan dari awal kemungkinan perang dan
konflik di masa depan. Tujuan
mendasar dari RMA dan transformasi pertahanan berkisar berkembang
kemampuan militer untuk melindungi kepentingan nasional semakin terkena
dampak atas oleh kekuatan globalisasi dan terus berubah konteks
geo-politik dan geo-strategis.
Korea Utara
Sejarah Korea Utara (termasuk sejarah militernya) tak bisa dilepaskan dari sosok Kim Il Sung. Pewarisnya, Kim Jong-il adalah Komandan Agung Tentara Rakyat Korea dan Ketua Komisi Pertahanan Nasional Korea Utara.
Sosok Kim Il Sung tidak sekadar sebagai Presiden pertama seumur hidup,
namun Kim Il Sung juga adalah pemimpin terbesar dalam abad ini.
Kepemimpinannya di Korea Utara, sama dengan masa pergantian sembilan
presiden di AS, 21 perdana menteri Jepang, enam presiden Korea Selatan.
Kim, lahir tepat pada saat peristiwa tenggelamnya kapal titanic, 15 April 1912.
Manchuria
adalah kota yang membesarkan Kim. Manchuria juga tempat yang pertama
membentuknya. Ia hanya sempat mengenyam pendidikan formal China selama
delapan tahun. Setelah itu, Kim Il Sung terlibat dalam serangkaian
perang revolusi. Tahun 1930-an dia ikut bergabung dalam pasukan gerilya
melawan Jepang yang selain menginvasi Korea, juga telah menduduki
Manchuria. Manchuria adalah daerah invasi Jepang yang direbutnya dari
Rusia. Perang Jepang-Rusia meletus pada 1904-1905 dan Jepang keluar
sebagai pemenangnya dan berhasil mendapatkan Port Arthur dan Pulau
Sachalin.
Pada
1931 Jepang menyerang Manchuria dan dapat menguasai ± 6 bulan mendapat
perlawanan Cina. Dan tahun 1932 didirikan kerajaan Manchuria dengan
Henry Pu-Yi sebagai raja (bekas raja Cina dari dinasti Manshu). Pu Yi,
adalah kaisar terakhir China. Kedekatannya dengan Jepang, mengakibatkan
Pu Yi memperoleh legitimasinya di Manchuria. Hal ini jelas menjadi
pembelajaran politik awal bagi Kim Il Sung pada masa mudanya. Kim selain
berbahasa China, dia juga fasih menggunakan bahasa Rusia. Maka, ide-ide
Marxis dan Leninist tak bisa dilepaskan dari pandangan awal politiknya.
Kim
pernah masuk ke kamp Uni Soviet Manchuria, dan selama 4 tahun di sana
dia menikah dan mempunyai dua anak. Yang sulung adalah Kim Jong Il,
penerus Kim Il Sung. Entah sejak kapan Kim Il Sung menjadi pemimpin
Korea Utara, dia awalnya lebih dikenal sebagai kapten pasukan Uni Soviet
yang menguasai Korea bagian Utara. Stalin sendiri yang memilih Kim dari
beberapa kandidat lain. “Korea adalah Negara muda, maka dia butuh
pemimpin muda,” kata Stalin.
Korea
mendapat kemerdekaan setelah Perang Dunia II pada tahun 1945 usai.
Tetapi, pasukan sekutu, AS dan Uni Soviet yang memainkan peranan penting
dalam mengusir imperialis Jepang di Korea menempatkan pasukan
masing-masing di bagian Selatan dan bagian Utara dengan garis perbatasan
38 derajat garis lintang utara, hingga fondasi untuk pembagian
Semenanjung Korea telah terbentuk. Atas dukungan penuh Uni Soviet, Kil
Il-Sung memegang kekuatan politik dan memperkokoh posisinya sebagai
pemimpin partai komunis Chosun yang baru dibentuk di bagian Utara.
Pada
tahun 1946, organisasi itu dibentuk kembali sebagai Partai Buruh Korea
Utara. Badan politik itu memperkokoh landasan sebagai negara komunis,
lewat pelaksanaan nasionalisasi tanah pertanian. Pada 9 September, 1948,
Republik Rakyat Demokrasi Korea, DPRK secara resmi dideklarasikan.
Nuklir
Proyek
nuklir Korea Utara diawali oleh kesepakatan antara Pyongyang dan
Moskow. Di mana, pasca Perang Korea (1950-1953) Soviet dan Korea Utara
membuat dua kesepakatan bersama secara diam-diam. Pertama, bekerjasama
dalam penelitian nuklir dan kedua membolehkan sejumlah ilmuan Korea
Utara belajar di Union’s Dubna Nuclear Research Center di dekat Moskow[10].
Korea Utara juga langsung merapatkan dirinya ke China setalah Negara
tirai bambu itu melakukan uji coba bom atomnya pertama pada 1967. Kim Il
Sung, mengirim surat kepada Mao Zedong yang intinya mendeklarasikan
sebagai sesama Negara sahabat[11] setelah sama-sama berjuang dan mati dalam medan pertempuran, China dan Korea Utara sebaiknya berbagi rahasia atom.
Ahli-ahli
Amerika percaya bahwa melalui foto satelitnya, pengembangan reaktor
nuklir di Korea Utara mulai pada tahun 1979. Menurut the Russian Foreign Intelligence Services,
Kim Il Sung memberikan kewenangan kepada Akademi Sians Korea Utara,
angkatan darat, dan Menteri Keamanan untuk memulai program nuklirnya
termasuk mengembangkan fasilitasnya di Yongbyon.
Pasca
peristiwa 9/11 AS juga mengawasi Korea Utara sebagai negara pendukung
teroris. Dengan alasan itu, Washington memberikan sanksi ekonomi kepada
Pyongyang. Dalam keadaan seperti itu, melihat hasil perang di Afganistan
dan Irak, Korea Utara mengkhawatirkan bahwa pihaknya akan bisa juga
menjadi sasaran berikut dalam daftar gempuran AS. Oleh karena itu, Korea
Utara menaruh perhatian pada pengembangan senjata nuklir dengan harapan
bahwa nuklir itu akan mencegah AS tidak melakukan aksi provokasi
militer terhadap Korea Utara.
Selain nuklir
Tentara Korea unik. Mereka memiliki empat matra: Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Departemen Keamanan Negara. Menurut Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Korea Utara memiliki angkatan darat
terbesar kelima di dunia, pada perkiraan 1,21 juta personel bersenjata,
dengan kira-kira 20% pria berusia 17–54 tahun di dalam tubuh angkatan daratnya.
Korea
Utara memiliki persentase personel militer tertinggi per kapita di
antara negara-negara lain di dunia, dengan hampir 1 serdadu terdaftar
untuk setiap 25 warga negara. Strategi militer Korea Utara dirancang
untuk menyusupkan agen dan menyabotase di belakang barisan musuh pada
saat perang, dengan banyak Tentara Rakyat Korea yang ditugaskan di
sepanjang Zona Demiliterisasi Korea.
Tentara Rakyat Korea menjalankan sejumlah besar kelengkapan, meliputi 4.060 tank, 2.500 APC, 17.900 artileri (termasuk mortir),
11.000 senjata pertahanan udara di Angkatan Darat; sekurang-kurangnya
915 kapal perang di Angkatan Laut dan 1.748 pesawat tempur di Angkatan
Udara. Kelengkapan yang dimaksud adalah campuran peralatan sisa-sisa
Perang Dunia II, umumnya teknologi Perang Dingin yang terproliferasi,
dan banyak lagi senjata modern Soviet. Menurut media resmi Korea Utara,
belanja terencana militer untuk 2009 adalah 15,8% dari PDB-nya.
Doktrin
Doktrin
militer Korea Utara bergeser secara dramatis dalam Desember 1962 jauh
dari doktrin perang berkala untuk memeluk doktrin yang perang
rakyat.Desember 1962, Kim Il Sung Empat Pedoman Militer yang dianut
adalah; lengan untuk seluruh penduduk, untuk menguatkan seluruh negeri;
untuk melatih seluruh pasukan sebagai tentara "kader", dan untuk
memodernisasi persenjataan, doktrin, taktik dan berdasarkan prinsip
kemandirian dalam pertahanan nasional.
Strategi
perang konvensional telah dimasukkan ke dalam dan subordinasi untuk
keseluruhan konsep perang rakyat dan mobilisasi seluruh rakyat melalui
penguatan pelatihan ideologis. Prinsip-prinsip ini secara formal
diadopsi dalam Pasal 60 dari konstitusi 1992. Pergeseran
ini diberikan dasar doktrinal untuk strategi Korea Utara infiltrasi
terselubung ke Korea Selatan, pembunuhan, dan upaya mendorong
pemberontakan di Korea Selatan pada akhir 1960-an. Selama periode ini,
doktrin juga mulai menekankan perlunya konsep-konsep ini untuk
beradaptasi dengan situasi Korea Utara. Militer berpikir menekankan
perlunya senjata cahaya, sudut tinggi api tidak langsung, dan
pertempuran malam. Pembaruan penekanan diberikan kepada penyangkalan pertahanan laut dan pesisir selama periode ini. Akhir
1960-an dan memasuki awal 1970-an, Kim Il Sung terus mendukung dimensi
politik-ideologis perang melalui teknologi atau ilmu militer.
Kesimpulan
RMA di negara-negara non hegemonic state (khususnya di Korea Utara) terjadi ketika apa yang disebut Buzzan sebagai threat (ancaman) dan vulnerability (kerentanan) menjadi pertimbangan utama negara.
Korea Utara melakukan RMA pertama-tama untuk tujuan rezim survival. Motif regime survival adalah alasan pertama dan terutama pengembangan nuklir. Regime survival diamksudkan untuk menjaga keamanan rejim Korea Utara. Pada umumnya, Korea Utara menganggap AS sebagai ancaman utama. Dengan
propaganda penggulingan Kim Jong Il dalam kasus terakhir ini lebih dari
cukup untuk membuktikan ancaman dari Korea Selatan.
Fungsi deterrence atau penangkalan jelas menjadi inti RMA Korea Utara. Menurut John Mueller dalam tulisannya Deterrence, Nuclear Weapons, Morality, and War, dia mempopulerkan istilah deterrence by reward atau positive deterrence. Kepemilikan
senjata nuklir membuat Korea Utara memiliki posisi unggul dalam
negosiasi. Keamanan rejim Korea Utara bisa dicapai sempurna melalui
perbaikan hubungan dengan AS. Karena itu, menurut pandangan Korea Utara,
kepemiikan senjata nuklir akan meningkatkan motivasi AS untuk
memperbaiki hubungan dengan Korea Utara. Korea Utara yakin bahwa program
nuklirnya adalah cara efektif untuk membawa AS ke meja negosiasi,
maupun sebagai suatu alat penjamin keamanan rejimnya. Dalam proses
negosiasi itu, Korea Utara mempercayai bahwa selain menjaga keamanan
rejimnya, program nuklir itu juga akan bisa mendapat keuntungan ekonomi
seperti program bantuan bervariasi. Oleh karena itu, tidak berlebihan
untuk mengatakan bahwa Korea Utara mengejar program nuklir sebagai strategi inti agenda utama nasional.
Motif Ekonomi
juga melatarbelakangi RMA Korea Utara. Dengan memiliki nuklir, Korea
Utara memiliki posisi tawar yang dimanfaatkan untuk memeras negara
tetangganya untuk memberi bantuan ekonomi. Hal ini pernah berhasil
ketika Korea Utara sempat mengehntikan proyek nuklirnya dengan barter
bantuan bahan makanan dan bahan bakar dari China dan Korea Selatan.
Motif
lainnya adalah mengangkat status Korea Utara di mata dunia. Korea Utara
selalu ingin melakukan negosiasi langsung dengan AS dan bukannya Korea
Selatan yang dianggapnya hanya sekadar negara boneka AS.
Dengan
memiliki nuklir, Korea Utara tentu saja tidak dipandang sebelah mata
oleh Korea Selatan meski Seoul telah memiliki bukti penyerangan terhadap
Kapal Korea Selatan pada Maret 2010. Ketegangan di kawasan Asia Timur
ini dalam beberapa hari ini kembali menguat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar