Pernahkan
anda mengunjungi sebuah rumah untuk pertama kalinya dan tiba-tiba anda
merasa familiar dengan rumah tersebut ? Atau pernahkah anda berada dalam
suatu peristiwa ketika tiba-tiba anda merasa bahwa anda sudah
mengalaminya walaupun anda tidak dapat mengingat kapan terjadinya ?
itulah deja vu, salah satu fenomena misterius dalam kehidupan manusia.
Deja
Vu juga terjadi dalam berbagai bentuk. Ada yang hanya bisa mengingat
secara samara-samar, ada yang hanya mengingat lokasi kejadian dan ada
pula yang mengingat hal-hal yang sangat mendetail. Secara garis besar,
Deja Vu terdiri dari empat jenis berikut
1. Deja Vu
Deja
Vu jenis ini yang paling banyak terjadi dimana kita pernah merasakan
suatu kondisi yang sama sebelumnya dan yakin pernah terjadi di masa yang
lampau dan berulang kali. Sering kali pada saat itu individu akan
diikuti oleh perasaan takut, rasa familiar yang kuat dan merasa aneh.
2. Deja Vécu
Perasaan
yang terjadi pada Deja vecu lebih kuat daripada Deja Vu. Deja vecu
seseorang akan merasa pernah berada dalam suatu kondisi sebelumnya
dengan ingatan yang lebih detail seperti ingat akan suara ataupun bau.
3. Deja Senti
Deja
Senti adalah fenomena “pernah merasakan” sesuatu. Suatu ketika kamu
pernah merasakan sesuatu dan berkata “Oh iya saya ingat!” atau “Oh iya
saya tahu!” namun satu dua menit kemudian sadar bahwa sebenarnya kamu
tidak pernah berbicara apa pun.
4. Jamais Vu
Jamais
Vu (tidak pernah melihat/mengalami) adalah kebalikan dari Deja Vu.
Kalau Deja Vu mengingat hal-hal yang sebenarnya belum pernah dilakukan
sebelumnya, Jamais Vu lain lagi. Tipe Deja Vu semacam ini justru
tiba-tiba kehilangan memorinya dalam mengingat sesuatu hal yang pernah
terjadi dalam diri. Hal ini bisa terjadi karena kelelahan otak.
5. Deja Visité
Deja Vu tipe ini lebih menitikberatkan pada ingatan seseorang akan
sebuah tempat yang belum pernah ia datangi sebelumnya tapi merasa pernah
merasa berada pada lokasi yang sama. Deja Visité berkaitan dengan
tempat atau geografi.
Mengapa Deja Vu bisa terjadi?
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa Deja Vu bisa terjadi?
Jangan berpikiran bahwa ini adalah fenomena alam yang tidak mampu
dijelaskan secara ilmiah karena para ilmuan telah menemukan jawaban akan
fenomena yang ada dalam alam pikiran manusia tersebut.
Recognition
Memory adalah sebuah jenis memori yang menyebabkan kita menyadari bahwa
apa yang kita alami sekarang sebenarnya sudah pernah kita alami
sebelumnya.
Otak kita berfluktuasi antara dua jenis Recognition Memory, yaitu Recollection dan Familiarity.
Kita menyebut sebuah ingatan sebagai Recollection (pengumpulan kembali)
jika kita bisa menyebutkan dengan tepat seketika itu juga kapan situasi
yang kita alami pernah muncul sebelumnya. Contoh, jika kita bertemu
dengan seseorang di toko, maka dengan segera kita menyadari bahwa kita
sudah pernah melihatnya sebelumnya di bus.
Sedangkan ingatan
yang disebut Familiarity muncul ketika kita tidak bisa menyebut dengan
pasti kapan kita melihat pria tersebut. Deja Vu adalah contoh
Familiarity.
Selama terjadi Deja Vu, kita mengenali situasi yang sedang kita hadapi,
namun kita tidak tahu dimana dan kapan kita pernah menghadapinya
sebelumnya.
Percaya atau tidak, 60 sampai 70 persen manusia di bumi ini paling tidak
pernah mengalami deja vu minimal sekali, apakah itu berupa pandangan,
suara, rasa atau bau. Jadi, jika anda sering mengalami deja vu, jelas
anda tidak sendirian di dunia ini.
Teori-Teori Deja Vu
Walaupun
Emile Boirac sudah meneliti fenomena ini sejak tahun 1876, namun ia
tidak pernah secara tuntas menyelesaikan penelitiannya. Karena itu,
banyak peneliti telah mencoba untuk memahami fenomena ini sehingga
akhirnya kita mendapatkan Paling tidak 40 teori yang berbeda mengenai
deja vu, mulai dari peristiwa paranormal hingga gangguan syaraf.
Pada tulisan ini, tidak mungkin saya membahas 40 teori tersebut satu
persatu. Jadi saya akan memilih beberapa teori yang saya anggap perlu
diketahui. Pertama, saya akan mulai dari teori psikolog legendaris,
Sigmund Freud. Tapi sebelum itu, saya ingin menunjukkan kepada Anda
sebuah gambar yang sangat terkenal.
masih ingat kan Anda akan foto ilustrasi "Puncak gunung es" yang
terkenal. Para ahli "otak" sering menggunakan ilustrasi di atas untuk
menunjukkan seperti apa pikiran kita yang sebenarnya. Permukaan air
adalah batas kesadaran kita. Pikiran Sadar kita adalah bongkahan yang
muncul di atas permukaan laut. Sedangkan pikiran bawah sadar adalah
bongkahan raksasa yang ada di dalam laut.
Menurut mereka, sesungguhnya sebagian besar informasi yang kita terima
tersimpan di pikiran bawah sadar kita dan belum muncul ke permukaan.
Hanya sebagian kecil dari informasi yang kita terima benar-benar kita
ingat atau sadari. Prinsip ini adalah kunci penting untuk memahami Deja
Vu.
Perhatian yang terpecah - teori ponsel
Seorang
peneliti bernama Dr. Alan Brown pernah mengadakan eksperimen yang
diharapkan bisa menciptakan ulang proses deja vu. Dalam percobaannya, ia
dan rekannya Elizabeth Marsh memberikan sugesti subliminal kepada
subjek penelitiannya.
Mereka menunjukkan sekumpulan foto yang
menunjukkan lokasi-lokasi yang berbeda kepada sekelompok pelajar dengan
maksud bertanya kepada mereka mana yang dianggap paling familiar bagi
mereka. Dalam percobaan ini, semua pelajar yang diuji belum pernah
mengunjungi lokasi-lokasi yang ada di foto tersebut.
Namun sebelum mereka menunjukkan foto-foto itu, terlebih dahulu mereka
menayangkan sebagian foto itu di layar dengan kecepatan subliminal
sekitar 10 sampai 20 milidetik. Kecepatan itu cukup bagi otak manusia
untuk menyimpan informasi itu di bawah sadar, namun tidak cukup bagi
para pelajar itu untuk menyadari dan menaruh perhatian padanya.
Dalam percobaan ini terbukti bahwa lokasi-lokasi pada foto-foto yang
sudah ditayangkan dengan kecepatan subliminal dianggap paling familiar
bagi para pelajar itu.
Eksperimen serupa pernah diadakan oleh Larry Jacobi dan Kevin
Whitehouse dari Washington University. Bedanya, mereka menggunakan
sekumpulan kata-kata, bukan foto. Namun hasil yang didapat sama dengan
eksperimen Dr. Alan Brown.
Berdasarkan pada hasil eksperimennya, Dr. Alan Brown kemudian
mengajukan sebuah teori yang disebut sebagai teori ponsel (atau
perhatian yang terpecah).
Teori
ini mengatakan bahwa ketika perhatian kita terpecah, maka, secara
subliminal, otak kita akan menyimpan informasi mengenai kondisi di
sekeliling kita namun tidak benar-benar menyadarinya. Ketika perhatian
kita mulai fokus kembali, maka segala informasi mengenai sekeliling kita
yang tersimpan secara subliminal akan "terpanggil" keluar sehingga kita
merasa lebih familiar. Ini sama seperti bongkahan es di bawah permukaan
air yang naik ke atas permukaan.
Contoh, jika kita memasuki sebuah rumah sambil ngobrol dengan orang
lain, maka perhatian kita tidak akan terpaku kepada kondisi rumah itu,
namun otak kita telah menyimpan informasi itu secara subliminal di bawah
sadar. Ketika kita selesai ngobrol, pikiran kita mulai fokus dan
informasi yang tersimpan di bawah sadar mulai muncul. Seketika itu juga
kita mulai merasa familiar dengan rumah itu.
Jadi, berdasarkan teori ini, deja vu tidak berhubungan dengan kejadian di masa lalu yang telah berlangsung lama.
Memori dari sumber lain
Ada
lagi teori yang lain. Teori ini percaya bahwa otak kita menyimpan
banyak memori yang datang dari berbagai aspek kehidupan kita, seperti
film yang kita tonton, gambar ataupun buku yang kita baca.
Informasi-informasi ini kita simpan tanpa kita sadari. Sejalan dengan
lewatnya waktu, maka ketika kita mengalami peristiwa yang mirip dengan
informasi yang pernah kita simpan, maka memori yang tersimpan di bawah
sadar kita akan bangkit kembali.
Contoh, sewaktu kecil, mungkin
kita pernah menonton sebuah film yang memiliki adegan di sebuah tugu
atau monumen. Ketika dewasa, kita mengunjungi tugu ini dan tiba-tiba
kita merasa familiar walaupun kita tidak ingat dengan film tersebut.
Teori ini mirip dengan teori ponsel, tapi teori ini setuju bahwa deja
vu berhubungan dengan kejadian yang telah berlangsung lama di masa
lampau.
Teori Pemrosesan Ganda (visi yang tertunda)
Dalam
banyak hal, teori-teori mengenai penyebab Deja Vu tidak berbeda jauh
dari yang diajukan oleh Sigmund Freud. Namun seorang peneliti bernama
Robert Efron berusaha melihat lebih jauh kedalam mekanisme otak, bukan
sekedar pikiran sadar atau tidak sadar. Walaupun sangat teknikal, teori
yang diajukannya dianggap sebagai salah satu teori Deja Vu terbaik yang
pernah ada.
Teori Efron ini berhubungan dengan bagaimana cara
otak kita menyimpan memori jangka panjang dan jangka pendek. Ia menguji
teori ini pada tahun 1963 di rumah sakit Veteran Boston. Menurutnya,
respon syaraf yang terlambat dapat menyebabkan deja vu. Hal ini
disebabkan karena Informasi yang masuk ke pusat pemrosesan di otak
melewati lebih dari satu jalur.
Efron menemukan bahwa Lobus Temporal
dari otak bagian kiri bertanggung jawab untuk mensortir informasi yang
masuk. ia juga menemukan bahwa Lobus Temporal ini menerima informasi
yang masuk dua kali dengan sedikit delay antara dua transmisi tersebut.
Informasi
yang masuk pertama kali langsung menuju Lobus Temporal, sedangkan yang
kedua kali mengambil jalan berputar melewati otak sebelah kanan terlebih
dahulu.
Jika delay yang terjadi sedikit lebih lama dari biasanya, maka otak
akan memberikan catatan waktu yang salah atas informasi tersebut dengan
menganggap informasi tersebut sebagai memori masa lalu.
Tapi jika Anda bertanya mengenai pendapat saya, maka saya rasa Sigmund Freud telah memecahkan misterinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar