Di
sebuah negeri antah berantah, hiduplah benda-benda dan rasa secara
berdampingan. Di sana ada yang bernama Cinta, Kebahagian, Kesedihan,
Kekayaan, Kemiskinan, Kecantikan dan masih banyak lagi makhluk perasaan
lainnya. Mereka hidup rukun dan saling tolong menolong.
Sampai
suatu hari terjadilah sebuah tsunami besar menerjang negeri itu. Semua
penghuni berlarian menyelamatkan diri ke bukit-bukit dan pegunungan.
Namun, air banjir pun seakan terus menerus mengejar mereka. Beruntung,
hampir semua penduduk mendapatkan perahu, terkecuali seorang saja yang
masih terjebak di puncak perbukitan. Penghuni itu bernama Cinta. Ia
berteriak-teriak meminta tolong, lantaran air banjir hampir-hampir
menenggelamkannya.
Pada
saat air mulai menyentuh kaki Cinta, tiba-tiba lewatlah kekayaan dengan
perahu barunya. Cinta memanggil-manggil kekayaan,”Wahai sahabatku,
Kekayaan! Tolong selamatkan aku! Aku ingin ikut bersama dalam perahumu”.
Kekayaan pun menjawab, “Maaf yach Cinta, aku tidak bisa menolongmu.
Perahuku terlalu penuh dengan barang-barang berharga. Lagi pula, di
perahu ini sudah tidak ada tempat lagi buatmu!” Kekayaan pun berlalu
meninggalkan Cinta dalam kesedihan.
Tak
lama kemudian, lewatlah Kebahagian dengan perahunya. Cinta pun
berteriak-teriak memanggil Kebahagian. Namun sayang, saking senangnya
Kebahagian mendapatkan perahu, ia tidak mendengar panggilan cinta. Cinta
hanya bisa gigit jari.
Setelah
berlalunya Kebahagian, tak berapa lama kemudian, lewatlah Kesedihan
dengan perahu penuh tambalan. Cinta meminta pertolongan dengan
Kesedihan. Kesedihan menjawab, “Maaf Cinta! Aku tidak bisa membawamu
ikut serta dalam perahuku. Lihatlah perahuku! Sudah banyak tambalan di
sana- sini. Aku takut jika ditambah lagi muatannya, kapalku tidak mampu
menampung lalu kita akan tenggelam bersama. Biarkan aku sendirian
mengayuh perahuku ini entah kemana aliran airnya membawaku!” Kesedihan
pun berlalu meningalkan cinta yang kian melemah.
Dari
kejauhan, ada sebuah perahu yang sangat megah. Perahu megah itu kian
lama, kian mendekat. Tahulah cinta bahwa pemilik perahu itu bernama
kecantikan. Cinta pun girang bukan main, sebab kecantikan adalah sahabat
akrab Cinta sejak lama. Cinta pun melambai-lambaikan tangannya, dan
meminta perahu itu berhenti. “Wahai kecantikan! Ini aku sahabatmu,
Cinta! Aku selalu hadir bersamamu. Bila ada engkau, pastilah ada aku.
Bawalah aku bersamamu, sebagaimana kita selalu bersama!” Cinta begitu
bersemangat ingin mengejar perahu Kecantikan.
Tak
diduga, ternyata Kecantikan berkata, “Maafkan aku, Cinta! Dulu kita
memang bersahabat. Sebab kedudukan kita sama-sama sederajat. Dulu aku
cantik dan engkau tampan. Tapi, sekarang lihatlah dirimu, kotor, dekil,
kusam seperti ini! Aku tidak menyukaimu lagi. Aku tidak ingin badanmu
mengotori perahuku yang cantik ini! Aku lebih memilih kebahagian atau
kekayaan untuk menjadi sahabatku.” Akhirnya, kecantikan pun meninggalkan
Cinta dalam kesendirian.
Saat
Cinta benar-benar dalam keadaan sekarat, tiba-tiba ada seseorang yang
berteriak, “Ayo Cinta, bertahanlah! Aku akan segera datang menolongmu!”
Akhirnya, Cinta dengan sekuat tenaga meraih dan naik ke perahu orang
itu. Di dalam perahu itu, Cinta terkulai lemas tak sadarkan diri. Orang
yang menolongnya itu membawanya berlabuh di pesisir pantai.
Cinta
pun turun dan penolong misterius itu berkata, “Pergilah ke arah utara
sana! Di sana ada sebuah perkebunan yang penuh dengan buah-buahan segar.
Di sana kau bisa berkumpul lagi bersama-sama sahabatmu yang dulu! Semua
mereka sudah berkumpul di sana!” Penolong misterius itu pun berlalu
meninggalkan Cinta yang masih dalam kebingungan.
Sebelum
sempat penolong misterius itu menghilang, Cinta sempat mengejarnya dan
bertanya, “Siapakah engkau? Aku tidak mengenalimu sebelumnya!” Penolong
misterius itu menjawab, “Aku adalah Waktu! Akulah adalah sahabatmu yang
paling setia. Akulah yang membuatmu dapat survive, kendatipun
kekayaan, kebahagian, kecantikan meninggalkanmu. Kebenaran cinta, hanya
ditentukan oleh kebenaran waktu.” Akhirnya, Cinta pun menyadari bahwa
sesungguhnya yang ia butuhkan bukanlah kecantikan, kebahagian, atau
kekayaan, namun waktu itulah sebenarnya kehidupan bagi sang Cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar